Sebelum peradaban Islam hadir, studi anatomi telah dikembangkan para ilmuwan di Yunani. Salah satu ilmuwan terkemuka yang mengembangkan studi anatomi adalah Aelius Galenus atau Claudius Galenus alias Galen (129 SM– 200/217 SM) serta Hippocrates (460 SM – 370 SM). Ketika Islam mencapai kejayaannya, studi anatomi dikembangkan para saintis Muslim.
Para ilmuwan Muslim tak hanya mempelajari buku-buku yang
diterjemahkan dari bahasa Yunani, namun juga mengembangkan, mengkritisi
serta menemukan sesuatu yang baru dalam studi anatomi. Ilmuwan masyhur
Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya Razi atau al-Razi (865 M- 925 M)
berhasil mematahkan teori humorism yang dikemukakan oleh Galen.
Al-Razi merupakan dokter pertama yang menolak teori humorism Galen.
Ia meragukan teori Galen itu pada abad ke-10 M. Rhazes mengkritik teori
Galen yang menyatakan bahwa tubuh memiliki empat jenis “humor” (zat cair), yang menjadi kunci keseimbangan bagi kesehatan dan mengatur suhu tubuh secara.
Sang dokter Muslim mematahkan teori itu lewat sebuah percobaan. Ia
memasukkan suatu cairan dengan temperatur berbeda ke dalam tubuh dengan
peningkatan atau penurunan panas tubuh, yang mirip dengan suhu cairan
tertentu.
Al-Razi mencatat bahwa minuman hangat akan meningkatkan panas tubuh
ke derajat lebih tinggi dari suhu alami. Sehingga minuman akan memicu
respons dari tubuh, bukan hanya mentransfer sendiri hangat atau dingin
itu.
Dokter Muslim legendaris lainnya melakukan percobaan dalam bidang
anatomi dan fisiologi adalah Ibnu Sina (980 M – 1037 M). ”Kontribusi
ibnu Sina dalam studi fisiologi adalah mengenalkan eksperimen secara
sistematis yang dituangkan dalam The Canon of Medicine,” papar Katharine Park dalam karyanya berjudul Avicenna in Renaissance Italy: The Canon and Medical Teaching in Italian Universities after 1500 by Nancy G Siraisi.
Hal serupa juga dilakukan Ibnu al-Haitham (965 M – 1040 M). Bashar Saad dalam karyanya bertajuk “Tradition and Perspectives of Arab Herbal Medicine: A Review”, Evidence-based Complementary and Alternative Medicine, menjelaskan, kontribusi al-Haitham dalam bidang anatomi dan fisiologi.
Menurut Saad, sang ilmuwan Muslim terkemuka itu banyak melakukan
perbaikan tentang proses persepsi penglihatan dalam Kitab Optik-nya,
yang diterbitkan pada 1021 M.
“Dokter Muslim melakukan inovasi dan terobosan dalam bidang
fisiologi, salah satunya dengan menggunakan hewan untuk percobaan,”
imbuh Saad. Malah, menurut Emile Savage-Smith dalam karyanya bertajuk Attitudes Toward Dissection in Medieval Islam, dokter Muslim di era kejayaan Islam juga menemukan ilmu pembedahan manusia.
Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091 M-1161 M) adalah salah seorang dokter
Muslim perintis yang melakukan pembedahan manusia dan bedah mayat
postmortem.
Studi anatomi dan fisiologi kemudian dikembangkan oleh dokter
Muslim agung bernama Ibnu Nafis (1210 M -1288 M). Ia merupakan orang
pertama yang secara akurat mendeskripsikan peredaran darah dalam tubuh
manusia. Tak heran, jika Ibnu Nafis dikenal sebaga bapak fisiologi
sirkulasi.
Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkan dalam bidang
fisiologi di abad ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama
beberapa abad menyatakan bahwa Sir William Harvey dari Kent, Inggris
yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi paru-paru.
Adalah fisikawan berkebangsaan Mesir, Muhyo Al- Deen Altawi yang berhasil menguak kiprah Al-Nafsi lewat risalah berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna.
Menurut Altawi, kontribusi al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia.
Menurut Altawi, kontribusi al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta bedah manusia.
Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang
menjelaskan konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan
aliran kedokteran Nafsian tentang sistem anatomi, fisiologi, psikologi,
dan pulsologi.
Aliran Nafsian yang dikembangkannya itu bertujuan untuk
menggantikan doktrin- doktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya
yakni Ibnu Sina alias Avicena dan Galen – seorang dokter Yunani.
Al-Nafis menilai banyak teori yang dikemukakan kedua dokter
termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca
indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.
Guna meluruskan teori dan doktrin kedokteran yang dianggapnya
keliru itu, al-Nafsi lalu menggambar diagram yang melukiskan
bagian-bagian tubuh yang berbeda dalam sistem fisiologi (kefaalan) yang
dikembangkannya. Dalam Kitab Sharh al-Adwiya al-Murakkaba, al-Nafis
mengomentari Canon of Medicine karya Ibnu Sina.
Dalam bidang fisiologi, al-Nafis mengungkapkan, ”Darah dari kamar
kanan jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian
apapun yang menjembatani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak
berlubang.”
Al-Nafis pun menambahkan, ‘’Dan bukan seperti apa yang dipikirkan
Galen, tak ada pori-pori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik
kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru,
menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena
paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit
vital.’‘
Selain itu, al-Nafis secara tegas mengungkapkan, ‘’Jantung hanya
memiliki dua kamar. Dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling
terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka
ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun.
Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik
kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampur dengan udara di dalam
paru-paru, kemudian didorong menuju arteria venosa ke bilik kiri dari
dua bilik jantung…”
Mengenai anatomi paruparu, Ibnu al-Nafis menulis, ’‘Paru-paru
terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronkus, kedua adalah
cabangcabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena
arteriosa. Ketiganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga.’
Anatomi merupakan cabang dari biologi yang berhubungan dengan
struktur dan organisasi makhluk hidup. Anatomi bisa juga kerap disebut
sebagai ilmu urai tubuh.
Anatomi terdiri dari anatomi hewan atau zootomi dan anatomi
tumbuhan alias fitotomi. Tak hanya itu, ada juga beberapa cabang ilmu
anatomi lain, yakni anatomi perbandingan, histologi, dan anatomi
manusia.
Sedangkan, fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi
mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Singkatnya, fisiologi
adalah pengetahuan tentang fungsi normal makhluk hidup.
Fisiologi juga dibagi menjadi fisiologi tumbuhan dan fisiologi
hewan tetapi prinsip dari fisiologi bersifat universal, tidak bergantung
pada jenis organisme yang dipelajari.