Ustadz yang sudah dikenal oleh banyak peselancar dunia maya maupun
nyata, Ustadz Ahmad Sarwat, Senin 21/11/2011 menuliskan status di laman
Facebooknya. Ia mengkritisi para ustadz yang tampil di televisi dan jauh
dari nilai dan prinsip seorang ustadz yang berdakwah. Ia menyebutkan
“12 Perbedaan Ustadz Yang Artis dan Ustadz Beneran”:
1. Artis butuh manager, tapi ustadz butuh perpustakaan.
2. Artis lewat manager minta bayaran tinggi dan pakai tarif, tapi ustadz lebih sering dibayar dengan ucapan “syukran”.
3. Artis tampil sesuai selera dan permintaan pasar, tapi ustadz menyampaikan risalah langit.
4. Artis tidak belajar ilmu agama, tapi ustadz wajib nyantri dan kuliah bertahun-tahun.
5. Artis haus popularitas, tapi ustadz haus ilmu dan hidayah.
6. Artis hidup akrab dengan dusta, gosip dan kepalsuan, ustadz akrab dengan kewaraan, kesederhaan dan kerendahan hati.
7. Artis mengumpulkan penonton yang membeludak, ustadz mendidik dan melahirkan calon ulama.
8. Artis butuh yel-yel, kostum, joget, nyanyi dan akting, ustadz mengajar lewat hati.
9. Artis ceramah biar orang tertawa menangis dan menghibur, ustadz mengajarkan ilmu agar Allah turunkan hidayah.
10. Artis butuh media, TV dan wartawan khususnya infoteinmen, tapi ustadz butuh majelis ilmu, kitab dan perpustakaan.
11. Artis sering jadi bintang iklan, tapi ustadz lebih suka bicara kebenaran.
12. Artis dikerumuni sesama artis dan fans, sementara ustadz dikerumuni orang-orang yang ingin mengaji dan mensucikan diri.
2. Artis lewat manager minta bayaran tinggi dan pakai tarif, tapi ustadz lebih sering dibayar dengan ucapan “syukran”.
3. Artis tampil sesuai selera dan permintaan pasar, tapi ustadz menyampaikan risalah langit.
4. Artis tidak belajar ilmu agama, tapi ustadz wajib nyantri dan kuliah bertahun-tahun.
5. Artis haus popularitas, tapi ustadz haus ilmu dan hidayah.
6. Artis hidup akrab dengan dusta, gosip dan kepalsuan, ustadz akrab dengan kewaraan, kesederhaan dan kerendahan hati.
7. Artis mengumpulkan penonton yang membeludak, ustadz mendidik dan melahirkan calon ulama.
8. Artis butuh yel-yel, kostum, joget, nyanyi dan akting, ustadz mengajar lewat hati.
9. Artis ceramah biar orang tertawa menangis dan menghibur, ustadz mengajarkan ilmu agar Allah turunkan hidayah.
10. Artis butuh media, TV dan wartawan khususnya infoteinmen, tapi ustadz butuh majelis ilmu, kitab dan perpustakaan.
11. Artis sering jadi bintang iklan, tapi ustadz lebih suka bicara kebenaran.
12. Artis dikerumuni sesama artis dan fans, sementara ustadz dikerumuni orang-orang yang ingin mengaji dan mensucikan diri.
Ustadz Ahmad Sarwat menjelaskan bahwa seorang ustadz yang belajar agama itu bukan sekadar mengaji satu dua kali saja.
“Yang
dimaksud dengan belajar agama itu bukan sekedar pernah nyantri atau
ngaji atau sekedar dengerin ceramah doang, tetapi maksudnya harus
menguasai ilmu aqidah, ulumul-quran dan ulumul hadits, ilmu tafsir,
qiraat, ilmu hadits, kritik hadits (naqd), ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih,
perbandingan mazhab, fatwa ulama klasik dan kontemporer. Dan yang
paling dasar adalah ilmu bahasa Arab yang maha luas itu, mencakup ilmu
balaghah, manthiq, bayan, adab, dan tentunya juga nahwu dan sharaf, dan
seterusnya, dan seterusnya.. Butuh waktu bertahun-tahun untuk belajar
ilmu agama.”
Kemudian beliau menceritakan keprihatinannya atas
tarif yang dipatok oleh para ustadz artis tersebut. Bahkan beliau
mengalaminya sendiri.
“Ramadhan kemarin ada panitia ceramah yang
ngaku terus terang ke saya bahwa seharusnya yang diundang bukan saya,
tapi ustadz X. Tapi gagal gak jadi diundang lantaran pihak manager gak
mau turun lagi TARIF-nya dari angka 30 juta untuk ceramah 15 menit
menjelang buka puasa. Akhirnya yang diundang saya yang bisa dikasih
“syukron” doang,” terangnya.
Kemudian beliau menyebutkan salah satu solusi atas kurangnya ustadz yang benar-benar ustadz.
“Sebenarnya
kita punya banyak calon ulama di masa mendatang, sayang mereka kurang
digarap dengan baik. Misalnya yang paling mudah, kita punya 3000-5000
mahasiswa di Mesir dan sekitarnya. Sayangnya, tidak semua ingin jadi
ulama. Sebagiannya lebih suka kerja di bidang-bidang yang tidak ada
kaitannya dengan keulamaan. Ada yang jual madu, jasa bekam, travel haji
umrah, atau jadi tukang ruqyah, politisi, dan seterusnya, dan
seterusnya…”
“Ya tidak ada yang melarang sih, semua boleh-boleh
aja sih. Tapi di zaman kita lagi sangat krisis ulama, mestinya yang udah
diberi kesempatan belajar sampai ke Al-Azhar bisa rada mikir dikit lah.
Mereka kuliah itu kan dbiayai waqaf umat Islam, kok sepulangnya ke Indo
malah kagak jelas arahnya? Afwan buat adik-adik mahasiswa di Mesir,
bukannya nyindir, tapi memang nuduh sih..,” sindirnya sambil tersenyum.